Di Internet, Orang Bisa Jadi Apa Saja, Kamu Percaya?


Kamu nge-fans dengan seseorang di internet? Karena pemikirannya, misalnya? Karena idealismenya? Selamat, karena mungkin beberapa di antara kamu sudah sukses dibohongi.

Banyak duplikat dari Che Guavara, Confucius, Basuki Tjahaja Purnama, Susi Pudjiastuti, Karl Marx, dan tokoh lain yang bertebaran di internet. Kebanyakan dari duplikatnya ini tak sekadar suka mengutip perkataan mereka, tetapi juga menyerupai mereka. Berkoar-koar dengan semangat yang serupa. Bedanya adalah, tokoh-tokoh di atas mengimplementasikannya dalam karya dan perbuatan, sementara itu duplikat-duplikatnya suka "omong doang". Hanya di media sosial saja mereka begitu.

Ini bukan perkara sensi dengan satu dua orang. Nyatanya banyak memang orang-orang yang terlihat keukeuh membela kebenaran di media sosial, tapi brengsek di dunia nyata. Sebetulnya juga tidak salah punya alter ego di media sosial. Tetapi menjadi menyebalkan saat alter ego itu sok menggurui, seolah mereka tidak punya salah, seolah di dunia nyata mereka memang seidealis itu.

Ada teman saya yang di dunia maya mencitrakan dirinya sebagai seseorang yang militan, yang begitu idealisnya hingga tak tertarik pada materi, dan begitu militannya hingga semudah itu baginya berdiri di atas panggung untuk menyalahkan orang-orang lain yang lemah, yang masih memikirkan kesenangan duniawi. Padahal, di dunia nyata dia pun oportunis, doyan duit, kadang doyan perempuan, dan tidak semilitan itu kecuali kalau saat berbicara.

Ada pula yang mencitrakan dirinya sebagai pecinta alam, pemerhati lingkungan dan biota. Nyatanya dia tidak benar-benar peduli dengan semua itu. Dia hanya ingin orang melihatnya sebagai pemerhati alam. Sebetulnya dia tidak peduli-peduli amat kalau ada lumba-lumba yang mati, selama citranya yang cantik itu tidak mati.

Sebetulnya sudah rahasia umum juga kalau manusia suka bersolek sifat di internet. Masyarakat juga tahu. Tapi saat melihat beberapa orang, mereka menutup diri dari kenyataan itu. Apalagi kalau sudah terlanjur nge-fans. Mau dia lihat di depan mata kalau idolanya itu tidak lebih dari sekadar orang sombong, dia tetap bersikukuh bilang kalau idolanya hebat. Ya, tidak semua artis sekeren apa yang dia tampakkan di dunia maya. Ada kok, selebtwit yang sebetulnya tidak pintar, tapi suka sok pintar dan sok berpengetahuan luas. Ada juga artis yang dicitrakan ramah dan smart di media sosialnya. Memang sih dia cukup smart, tapi aslinya dia menyebalkan dan sok ngartis.

Sayangnya banyak orang yang kemudian menolak kenyataan tersebut. Maklum, dunia maya ini sudah seperti pengganti dunia nyata. Bahkan lebih penting daripada dunia nyata. Karena seperti yang dikatakan Jean Baudrillard, manusia modern hidup dalam simulacra, dunia penuh simulasi. Masing-masing pribadi membuat simulasi dari dirinya sendiri, tanpa adanya masyarakat. Yang ada hanyalah massa, tanpa realitas sosiologikal. Entahlah dunia nyata terlalu menjemukan, ataukah memang dunia maya lebih diminati karena manusia bisa menjadi apa saja yang dia mau, karena manusia bisa memilih mau "hidup" di ruang yang mana, yang sulit dibuat di dunia nyata.

Tapi tidak ada yang lebih bodoh daripada mempercayai kalau apa yang ada di dunia maya itu, sama seperti yang ada di dunia nyata. Menabikan seseorang hanya karena dia menabikan dirinya sendiri di dunia maya. Di dunia nyata? Tidak lebih daripada masyarakat sok tahu yang tak tahu bagaimana caranya mengubah diri sendiri, dan penuh dengan sifat oportunis serta tak peduli dengan orang lain.

Foto: Berbagai sumber

Post a Comment

0 Comments