Masihkah Perbedaan Jadi Isu Segar di Oscar?



Akuilah, tidak ada manusia yang tidak rasis"


Saya mendengar kalimat tersebut dari dosen saya, mungkin sekitar dua tahun yang lalu. Jujur saja, saya ingin menolak anggapan tersebut. Tetapi penolakan terhadap hal itu sama saja dengan bermunafik ria, akuilah, baik di dalam ataupun di luar hati, sesungguhnya kita semua rasis. Kita semua memiliki kecenderungan untuk lebih nyaman berkisar di antara kelompok dengan latar belakang yang sama dengan dirinya.

(Bahkan, dalam memilih jodohpun, saya memilih yang satu suku dengan saya -lelaki Jawa, yang kalau bisa Jawa Tengah!-)

Kenyamanan ini, menurut saya, tidak salah sama sekali. Pasalnya ya memang kita lebih cocok kok, dengan orang yang punya lebih banyak kesamaan. Maka dari itu, anggapan dosen saya bahwa semua orang rasis, ya mungkin ada betulnya. Tapi tunggu dulu, kalian semua paham 'kan, rasisme itu apa?
Karikatur yang menyindir tentang rasisme kulit hitam
Menurut KBBI, rasisme, atau rasialisme adalah prasangka berdasarkan keturunan bangsa, perlakuan yg berat sebelah terhadap suku bangsa yg berbeda-beda, dan dapat juga disebut dengan paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yg paling unggul. Membicarakan rasisme, pikiran kita pasti tak dapat terlepas dari pemerintahan Apartheid di masa lalu, saat kulit hitam dipisahkan dengan kulit putih, terutama dari segi hak-hak yang merrka dapatkan.

Hingga kini, rasisme terkadang masih menjadi sesuatu yang renyah untuk dibicarakan. Seperti dalam perhelatan Academy Awards ke-88 yang baru digelar kemarin. Acara bergengsi dunia perfilman ini tak hanya dihebohkan oleh kemenangan Leonardo di Caprio (yang telah menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan piala emas Oscar), tetapi juga tingkah Chris Rock, pembawa acara Oscar kali ini yang dengan gamblang mengatakan bahwa Academy Awards lebih pantas dinamai The White People's Choice Awards. Pasalnya, tidak banyak aktor dan aktris berkulit hitam yang memenangkan, bahkan masuk nominasi.
Setelah menunggu bertahun-tahun, Leonardo diCaprio mendapatkan Piala Oscar pertamanya
Chris Rock saat menjadi pembawa acara Academy Award 2016
Kita tentunya masih ingat dengan perlakuan tak adil yang diterima masyarakat kulit hitam di masa lalu. Bahkan pada tahun 1800-an, ada sebuah wahana bernama human zoo, di mana "kebun binatang" tidaklah diisi oleh binatang, tetapi manusia. Para manusia ini adalah orang Afrika dan orang suku lain yang berasal dari luar Eropa, dan juga yang tinggal di Eropa, tetapi dianggap primitif (meskipun begitu, kebanyakan yang ditampilkan adalah orang Afrika).

Melihat kembali hal tersebut, mungkin memunculkan rasa jijik di dalam hati kita. Bagaimana bisa para manusia dipamerkan layaknya binatang di Kebun Binatang, di mana rasa manusiawi itu? Tetapi hal tersebut saat itu dianggap wajar, karena memang orang kulit putih Eropa dianggap memiliki kasta yang jauh lebih tinggi.
Salah satu pertunjukan Human Zoo
Mungkin ada rasa geram ketika orang berkulit hitam saat ini mengingat hal tersebut. Bahkan kita yang tidak berkulit hitam pun, akan sedikit kehilangan kepercayaan saat melihat hal tersebut.

Tapi sejujurnya, rasisme terhadap kulit hitam di masa kini, sudah jauh memudar ketimbang di masa lalu. Terutama, di kancah Hollywood. Lihatlah berbagai penyanyi, aktor, aktris, bahkan produser di Amerika Serikat, tak hanya diisi oleh anglo-saxon, tetapi juga afro-american: Beyoncé, Will Smith, Timbaland, dan masih banyak lagi.

Dan juga Chris Rock, yang membawakan acara Academy Awards itu.

Mengenai rasisme yang membuat nominator Academy Awards dan pemenang Oscar diisi oleh para "kulit-putih", rasanya itu bukan karena rasisme. Tapi karena jumlah. Jumlah orang berkulit putih yang berkecimpung di Hollywood, dengan berbagai profesi perfilman, berjumlah lebih dari 80 persen pada tahun 2015 (berdasarkan data dari Ralph J. Bunche for African American Studies at UCLA:2015 Hollywood Diversity Reports). Maka wajarlah apabila pemenang Oscar diisi dengan para penggiat film berkulit putih. Terlebih, banyak aktor/aktris kulit putih yang lebih "fleksibel" memerankan peran: menjadi orang Amerika, orang Eropa, orang Prancis, orang Rusia, orang Portugis, dan sebagainya, karena kemiripan fisik.

Apakah hal ini kemudian menjadi bentuk dari diskriminasi? Tergantung bagaimana kita melihatnya. Kalau saya pribadi, saya melihat bahwa diskriminasi kulit hitam di dunia Hollywood sudah sangat memudar. Apalagi dalam dunia musik, terutama musik rap.


Entahlah kalau di negara lain seperti Prancis, yang banyak kedatangan imigran berkulit hitam dari Afrika. Mungkin masih ada, tetapi sudah jauh lebih membaik. Namun sekali lagi, perkataan dosen saya di masa lalu tak bisa dipungkiri: akuilah dalam hati, kita semua rasis! Ya, kita mungkin bisa berbicara tentang toleransi di depan banyak orang. Tetapi saat berbicara pada diri sendiri, yakinkah kalau toleransi itu masih ada?

Foto: Berbagai sumber

Post a Comment

0 Comments