
Mungkin kita terlalu banyak dicekoki dengan berbagai film superhero "plot-driven" yang menampilkan si baik dan si jahat, hingga alam bawah sadar kita menganggap bahwa dalam setiap permasalahan, pasti ada orang baik dan orang jahat. Kalau si Adi misalnya, adalah orang baik, maka lawannya, si Putra adalah orang jahat.
Sayangnya, dunia berkembang semakin kompleks. Termasuk juga permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Dalam sebuah perseteruan, tidak lagi sekadar melibatkan si baik dan si jahat, tapi dua pihak dengan berbagai kejahatan dan kebaikan yang ada pada diri mereka masing-masing. Untuk itu, memberi penilaian bahwa satu pihak salah besar, sementara satu pihak benar mutlak,adalah hal yang sangat tidak bijak.
Saya ingat dengan beberapa permasalahan yang baru-baru ini menghiasi layar kaca. Yang pertama, adalah tentang pembunuhan wajib pajak terhadap dua petugas pajak, Parada Siahaan dan Sozanolo Lase di Sibolga, Sumatra Utara. Yang kedua, perseteruan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait. Dan yang ketiga, tentang Panama Papers.
Ketiga masalah yang berhubungan lekat dengan pajak tersebut jelas memancing masyarakat untuk berkomentar. Mulai dari orang awam dengan segala teori ekonomi bercampur kriminologi bercampur teori sosial hingga mereka yang kita kenal sebagai pakar. Yap, masih ingat kan dengan artikel milik seorang profesor yang dihujat habis-habisan karena dianggap salah berteori saat membahas permasalahan-permasalahan tersebut? Padahal kalau dilihat sekilas, profesor tersebut menggunakan teori dan bahasa yang terlihat intelek.

Willian Ockham, seorang filsuf dan Teolog Inggris pada abad ke-12 pernah berkata: Entitas tidak perlu dilipatgandakan melebihi ketentuan. Jadi apabila ada dua teori yang menjelaskan tentang sesuatu, pilih teori yang memiliki penjelasan paling sederhana. Sederhana tidak berarti dangkal. Tapi justru kesederhanaan dalam menjelaskan sesuatu akan membuat kita lebih mudah paham.
Berbagai teori yang dirumit-rumitkan justru akan membuat kita semakin subyektif dan menyikapi sesuatu dengan konsep hitam-putih. Karena, dengan kompleksitas teori tersebut, kita tidak betul-betul memahami masalah dan malah akan membuat kita menelan bulat-bulat apa yang kita terima tanpa mampu berpikir kritis. Apalagi sesuatu yang kompleks selalu dianggap hebat, karena menggunakan perkataan rumit yang dilekatkan di mana-mana layaknya kliping.

Occam, yang terkenal dengan istilah "Occam Razor" atau pisau silet Occam, memang memiliki pendapat-pendapat yang tajam dan sedikit pedas. Termasuk tentang kesederhanaan dalam teori ini. Dia menganggap bahwa orang-orang yang sengaja menggunakan kata-kata rumit adalah orang yang ingin dianggap pintar, padahal kenyataannya dia tak sepintar itu. Memang benar kenyataannya begitu. Karena di masa sekarang, orang-orang yang lantang berbicara dengan polesan kata-kata rumit adalah mereka yang berpura-pura tahu, padahal sebetulnya tidak tahu.

Dan kebodohan yang mengerikan adalah kebodohan yang dipoles sedemikian rupa hingga terlihat seperti sebuah intelektualitas.
0 Comments