Penulis: @elsadewinta
Selain menambah variasi program hiburan televisi Indonesia, program ajang pencarian bakat banyak dijadikan pemirsanya sebagai program alternatif untuk dinikmati karena jenuh menonton acara sinetron yang tak jelas alur ceritanya. Sampai saat ini, program pencarian bakat memang sedang menjamur. Dimulai sekitar tahun 2003, salah satu stasiun televisi nasional Indonesia, Indosiar, mengeluarkan program Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang diadaptasi dari program televisi Meksiko, La Academia. Kemudian disusul oleh stasiun televisi lainnya yang juga mengeluarkan acara serupa, seperti Indonesian Idol, X Factor, Indonesia’s Got Talent, dan acara serupa lainnya yang sama-sama diadaptasi dari luar negeri. Acara semacam ini memicu orang untuk mewujudkan impiannya menjadi artis atau bisa diakui mayarakat luas atas bakat yang dimilikinya.
Selain menambah variasi program hiburan televisi Indonesia, program ajang pencarian bakat banyak dijadikan pemirsanya sebagai program alternatif untuk dinikmati karena jenuh menonton acara sinetron yang tak jelas alur ceritanya. Sampai saat ini, program pencarian bakat memang sedang menjamur. Dimulai sekitar tahun 2003, salah satu stasiun televisi nasional Indonesia, Indosiar, mengeluarkan program Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang diadaptasi dari program televisi Meksiko, La Academia. Kemudian disusul oleh stasiun televisi lainnya yang juga mengeluarkan acara serupa, seperti Indonesian Idol, X Factor, Indonesia’s Got Talent, dan acara serupa lainnya yang sama-sama diadaptasi dari luar negeri. Acara semacam ini memicu orang untuk mewujudkan impiannya menjadi artis atau bisa diakui mayarakat luas atas bakat yang dimilikinya.
Untuk semakin
meningkatkan rating, program pencarian bakat inipun dikemas sedemikian rupa
mulai dari juri yang kompeten, audisi peserta yang ketat, sampai pemilihan host
yang mampu membawakan acara tersebut dengan baik. Namanya saja ajang pencarian
bakat, ekpektasi kita sebagai pemirsa adalah bisa melihat bakat-bakat yang
ditampilkan dan seperti ikut berkompetisi, sehingga emosi kita terbawa ketika
tahu siapa yang akan bertahan dan lolos ke babak selanjutnya atau justru malah
tereliminasi.
Namun, seperti yang kita lihat sekarang, acara ini semakin lama
semakin melenceng dari tujuan aslinya. Hanya beberapa ajang pencarian bakat saja yang masih mempertahankan kualitasnya sebagai perlombaan (itupun karena ajang-ajang ini adalah franchise dari luar negeri). Tidak percaya? Lihatlah salah satu ajang pencarian bakat yang digelar di stasiun televisi berinisial "I" dan menjadikan dangdut sebagai temanya.
Ketika segmen penjurian misalnya,
harusnya juri hanya fokus menilai penampilan peserta bukan mengulur-ulur waktu
membicarakan hal-hal di luar konteks penjurian. Mereka justru bercanda dengan
host membicarakan yang tak ada hubungannya dengan penampilan peserta dan
menyisipkan masalah-masalah pribadi antara host dan juri. Di sini, tampaknya
peserta malah tidak diperhatikan, pemirsa diajak untuk menikmati bercandaan
yang tak jelas. Sedikit membingungkan sebenarnya, jadi mirip dengan acara gosip
atau acara lawak yang berwujud acara pencarian bakat.
Hal semacam ini tersaji
di salah satu acara pencarian bakat yang saat ini sedang tayang. Ketika host
sudah mengeluarkan banyolan-banyolannya dan semua penonton dibuat tertawa,
memang susah untuk dikendalikan. Semuanya mengalir begitu saja sampai menembus
batas kesopanan. Banyak kita jumpai para host mengatai host lain, dewan juri, atau
bahkan penontonnya di studio dengan kata-kata yang cukup kasar dan layak
disensor sebetulnya. Tapi mau bagaimana lagi, acara tersebut tayang secara
langsung di waktu prime time pula, jadi akan susah untuk memfilter kata-kata
yang sudah terlanjur diucapkan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) nampaknya
sudah beberapa kali melayangkan surat teguran, namun hal ini kebanyakan justru
dianggap wajar oleh semua pengisi acara tersebut.
Porsi penampilan peserta
terbilang lebih sedikit daripada selingan bercandaan pembawa acara dan juri. Oleh karena
itu, ketika acara tersebut sudah selesai dan sudah menentukan siapa juaranya,
kita jadi tidak ingat siapa saja peserta yang ikut kompetisi dan apa yang telah
ditampilkan peserta selama acara berlangsung. Yang kita ingat hanyalah
bercandaannya, gosipnya, dan tangis-tangisannya.
Sudah banyak acara
semacam ini tayang di beberapa stasiun televisi nasional kita, tetapi beberapa
masih belum mempunyai standar yang baku. Untuk masalah penilaian peserta pun
terkadang masih kurang profesional dan tak jarang menggunakan unsur belas
kasihan hanya untuk menaikkan rating
dengan cara yang didramatisir. Ajang pencarian bakat yang
diharapkan mampu menjadi angin segar setelah jenuh menikmati sinetron atau ftv
yang tak mempunyai plot yang jelas, justru malah banyak menambahkan unur-unsur
dramatis yang membosankan dan menganggu.
Mungkin kita tinggal menunggu saat-saat di mana penonton merasa jengah, atau peserta merasa sakit hati dengan gurauan juri dan pembawa acara yang seringkali kelewatan, lalu kemudian, terjadilah sebuah kontroversi besar yang membuat ajang-ajang melenceng semacam itu dibubarkan.
Foto: Berbagai sumber
Foto: Berbagai sumber
0 Comments