Apakah
manusia bisa hidup dalam perbedaan? Jawabannya, bisa, asal bukan dalam prinsip.
Dan kalaupun dalam prinsip, setidaknya hidup mereka tidak betul-betul
berdekatan,
Misalnya, ada seorang perempuan
yang punya prinsip kalau kita tidak perlu mengumbar masalah pribadi di media
sosial. Sementara itu, ada lelaki yang menganggap bahwa penting mencurahkan isi
hati di media sosial, supaya orang lain bisa memberi kita solusi, dan juga
perhatian. Keduanya mungkin tidak salah. Tetapi, mereka berdua tidak dapat
bersatu. Kalau mereka bersatu, tentu saja akan terjadi keributan, dan bukan
tidak mungkin, perpisahan yang buruk.
Untuk itu, sebuah hal yang bullshit, dan munafik apabila kita berbicara bahwa
perbedaan harus kita tolerir. Memang, tapi dalam batas tertentu. Perbedaan
masih bisa kita terima, apabila perbedaan itu tidak sampai hidup di rumah kita.
Cukup berkunjung sampai ke teras rumah saja, begitulah analoginya.
Yang salah adalah, ketika perbedaan itu betul-betul ingin kita hilangkan,
kendati perbedaan itu tak sampai mampir ke dekat kita. Banyak orang yang
berpikiran sempit dan menganggap bahwa perbedaan itu tidak boleh benar-benar
ada. Ini yang salah besar. Sampai kapanpun, manusia akan tumbuh dengan
kepribadian dan pemikiran yang berbeda-beda. Tidak akan ada manusia yang
betul-betul sama persis. Tidak akan pernah ada, sekalipun semua manusia
dibesarkan oleh Ibu yang sama, dinafkahi oleh Ayah yang sama, dan tinggal dalam
satu rumah.
Tetapi, menganggap kalau semua orang, bahkan dalam tingkatan perasaan pun harus
menerima perbedaan, itu juga tidak bijak. Apalagi menganggap bahwa mereka yang
tidak mau hidup bersama dengan orang yang berbeda adalah orang yang kolot.
Tidak. Pada dasarnya, manusia memprioritaskan kenyamanannya sendiri. Manusia
akan merasa terganggu apabila harus setiap hari berhadapan dengan hal yang
tidak sesuai prinsipnya.
Untuk itu, saya heran kepada orang yang selalu mempertanyakan, mengapa ada
orang yang tidak mau menikah dengan orang yang agamanya berbeda dengan dia?
Karena, banyak orang yang nyaman dengan orang yang punya prinsip sama, terutama
prinsip kepercayaan. Apalagi jika orang-orang tersebut adalah orang yang
relijius, tak mungkin akan nyaman hidup dengan mereka yang mempercayai jalan
lain menuju Ketuhanan. Pasti akan ada banyak pertengkaran. Hal itu sama sekali
tak menunjukkan bahwa dia adalah orang yang kolot, tidak. Dia tahu apa yang
membuatnya nyaman. Begitupun dengan orang yang mau menikah dengan mereka yang
punya keyakinan berbeda. Mungkin bagi mereka, masalah keyakinan bukanlah hal
utama bagi hidup mereka. Keduanya tak salah, asal tak saling memaksakan
pendapat.
Masalah
kita saat ini adalah, mengapa banyak orang yang membawa-bawa perbedaan dan
toleransi hanya untuk memaksakan pendapat satu sama lain? Padahal toh, mereka
juga tak hidup dalam satu rumah yang sama. Ada baiknya, tak usah terlalu
betul-betul risaukan perbedaan yang hanya sekadar lewat di depan rumahmu, atau
hidup di rumah yang berbeda. Karena toh, selama tak bersinggungan, tak masalah,
bukan?
0 Comments