Saya masih ingat betul, teman saya pernah merasa muak dengan mantannya, sebut saja namanya Didi. Menurutnya, Didi adalah orang yang terlalu dominan dan membuatnya sering "makan hati". Itulah sebabnya pada suatu hari, dia berselingkuh dengan seseorang, lalu meninggalkan Didi dalam rasa hampa yang akut, kalau tidak salah, sampai hari ini.
Beberapa waktu yang lalu, mereka bertemu kembali. Perasaan itu muncul lagi. Teman saya merasa bahwa Didi dan segala hal dalam dirinya, wajahnya, badannya, pengetahuannya, sangatlah memesona. Rasa muak yang dulu pernah ada kemudian sirna. Padahal Didi sudah tak bisa lagi dia miliki saat ini.
Mengapa Didi yang sekarang lebih menarik ketimbang Didi yang dulu? Karena teman saya sudah tidak bisa memiliki Didi. Ada batas antara dia dan Didi. Batas yang dulu belum ada.
Manusia cenderung menginginkan apa yang bukan atau tidak lagi menjadi miliknya. Tidak hanya cinta, tapi juga hal-hal lain. Pernah merasa muak dengan masa SMA dan kuliah yang menjemukan? Pelajaran dan mata kuliah yang membuat pusing? Saat sudah lulus, kita seringkali merindukan masa-masa itu. Apalagi saat kita tahu bahwa dunia kerja ternyata lebih kejam.
Apakah kalian juga pernah merasa bosan dengan hidup kalian? Keseharian terasa menjemukan? Coba rasakan penjara. Fungsi penjara, bukanlah hanya untuk menghalau para penjahat untuk kembali ke tengah masyarakat. Penjara, juga berfungsi sebagai media pemberi efek jera. Manusia tidak akan menghargai kebebasan sampai kebebasan itu hilang. Untuk itu, tak mengherankan apabila beberapa waktu lalu para tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru kabur berbondong-bondong saat ada kesempatan. Kebebasan adalah sebuah hal yang berharga bagi mereka. Padahal, kalau mereka tidak pernah dipenjara, belum tentu mereka suka dengan kebebasan itu sendiri. Banyak orang yang muak dengan dunia luar dan selalu ingin mendekam di rumah. Tentu saja, orang itu bukanlah para tahanan penjara.
Tak akan ada lagu-lagu galau semacam Mantan Terindah atau lagu Melewatkanmu-nya Adera, kalau manusia tidak didesain untuk menjadi makhluk yang tak pernah puas. Seseorang yang dulu mati-matian dikejar menjadi membosankan karena tidak ada hal baru dalam dirinya. Karena tidak ada lagi tantangan untuk bisa mendapatkan hatinya. Sementara itu, seperti teman saya,mantan terlihat menggoda karena hal-hal yang dulu pernah dia miliki sudah tak lagi dia miliki.
Kalau begitu, lantas manusia didesain juga untuk tak bisa bahagia? Tidak juga.
Selain punya keinginan, manusia juga mampu mengontrol dirinya sendiri. Kontrol itulah yang membuat kita mampu berdamai dengan kehidupan. Kontrol tidak hanya tentang mengendalikan diri, tetapi juga mencari cara agar kita tetap bisa bahagia dengan hal -hal yang kita miliki. Tidak selamanya setiap orang punya mantan terindah. Banyak pula yang pada akhirnya bisa menikmati hidup dengan seseorang yang mereka nikahi sampai mati dan melupakan mantan mereka.
Caranya sebetulnya tidak sulit: kita harus senantiasa sadar atas pilihan kita sendiri, kemudian menempatkan diri kita pada pilihan yang dulu kita lepaskan.
Dalam kasus teman saya misalnya. Bisa saja dia mengingat-ingat kembali betapa dominan dan menyebalkannya Didi. Betapa pongahnya Didi dalam beberapa kesempatan. Bukan untuk membenci, tetapi untuk melupakan. Hal yang sama juga bisa diterapkan dalam hal lain. Ada kenalan lain yang punya anak berusia hampir dua tahun dan terkadang mengeluh bahwa dia iri dengan temannya yang masih lajang dan bisa jalan-jalan. Semestinya dia memposisikan dirinya di tempat temannya tersebut. Bahwa temannya itu tak kunjung menemukan cinta yang dia inginkan dan bahwa hidup yang dimiliki kenalan saya adalah hidup yang dia dambakan.
Mudah saja. Tinggal balikkan persepsimu. Begitu, bukan? Hanya itu cara terbaik untuk mengontrol kemauan yang tak pernah ada habisnya, terutama untuk sesuatu yang tak pernah atau tak lagi kita miliki.
Gambar: Pixabay.com
0 Comments