Semuanya Berubah Kecuali Perubahan Itu Sendiri



Media sosial menjadi alat andalan bagi saya untuk mengetahui kabar banyak orang, termasuk kawan-kawan semasa sekolah. Melihat mereka jauh berbeda dengan yang dulu saya kenal membuat saya menyadari bahwa waktu telah berlalu begitu cepat dan kami sudah sangat dewasa.


Namun bukan itu yang menjadi fokus saya. Yang menjadi fokus saya adalah tentang perubahan mereka. Perubahan ini bukan sekadar tentang bertambah tinggi, tambah cantik, tambah sukses, dan hal-hal semacam itu. Perubahan ini adalah tentang mereka yang menjadi sesuatu yang dulunya jelas-jelas bukan mereka. Menjadi sesuatu yang tak disangka oleh saya dan juga orang lain.

Ada yang dulunya adalah anak "cupu", sekarang berubah menjadi seseorang yang "gaul abis": baju-baju kelas tinggi, high-fashion, hangout di tempat-tempat berkelas, mengenakan make-up tebal. Ada pula yang dulunya dikenal sebagai anak gaul, hobi berdandan dan memotong rok sekolah hingga jauh di atas lutut, kini malah menggunakan busana tertutup, lebih suka mengunggah foto-foto keluarganya ketimbang swafoto atau selfie dengan dandanan tebal. Make-upnya pun sekadarnya saja.

Ada lagi yang dulunya dikenal pemalas, presensinya di tempat bermain game online lebih lengkap ketimbang presensinya di sekolah, kini punya jabatan bagus di suatu instansi berkat usaha kerasnya saat kuliah. Ada pula yang dulunya dikenal rajin, kini biasa-biasa saja, bahkan ada yang pekerjaannya tak terlalu cemerlang.

Namun bukan berarti semua yang dulunya gaul saat sekolah kemudian menjelma jadi anak rumahan, yang dulunya cupu jadi anak diskotik, atau semua yang dulunya bodoh kini jadi sukses. Ada pula yang dulunya pemalas, sampai sekarang tetap menjadi pemalas. Yang rajin, kini punya pekerjaan yang baik. Yang dulunya pendiam, sampai sekarang masih pendiam dan tidak neko-neko.

Yang ingin saya tekankan adalah, bahwa beberapa orang bisa berubah. Perubahannya pun signifikan, mengejutkan.

Banyak orang yang selalu menghakimi orang-orang hanya dari masa lalu dan masa kininya. Wajar, memang. Kita tidak punya penglihatan ke masa depan, tidak ada yang punya keahlian ala cerita fantasi seperti itu. Namun, kita sebaiknya tak perlu jumawa apabila di masa kini kita lebih hebat atau lebih baik daripada orang lain. Pasalnya, kita tidak tahu akan jadi apa orang yang kini kita pandang sebelah mata di masa depan.

Banyak ibu-ibu yang merasa bangga dengan anak mereka yang pintar di sekolah. Kemudian menjadikan anak-anak yang kurang pintar dan cemerlang sebagai contoh buruk. Padahal perjalanan mereka masih panjang. Bisa saja anak-anak yang dianggap kurang pintar justru akan menjadi sukses karena dirinya menyimpan potensi yang memang belum terlihat. Bisa saja saat ini dia tidak menonjol karena tidak semangat belajar, masalah keluarga, atau suasana sekolah yang memang tidak cocok dengannya dan dengan bakatnya.

Kewaspadaan itu penting. Jangan sampai kejayaan kita di masa kini kemudian membuat kita lupa bahwa jalan di depan masih panjang terbentang. Jangan juga mencap seseorang sebagai pribadi yang buruk hanya karena saat ini dia terlihat buruk. Mungkin dia masih belum menemukan identitasnya? Bisa saja sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang, dia akan mengejutkan kita. Siapa yang tahu?

Foto:pixabay.com

Post a Comment

0 Comments